SearchContactTwitterFacebookYouTube

Search

You are here Home Informasi Tempat Wisata Yogyakarta Embung Sriten Menyaksikan Sunrise dan Sunset Secara Bebas di Yogyakarta

Embung Sriten Menyaksikan Sunrise dan Sunset Secara Bebas di Yogyakarta

Embung Sriten Yogyakarta
Embung Sriten Yogyakarta

Pemandangan Telaga Dengan Latar Awan dan Hutan yang Menghijau

Embung Batara Sriten merupakan salah satu pilihan jitu untuk melarikan diri dari rutinitas. Embung adalah tempat atau wadah penampungan air irigasi pada waktu terjadi surplus air di sungai atau air hujan yang digunakan sewaktu terjadi kekurangan air. Embung Batara Sriten merupakan salah satu wisata baru yang terletak di Perbukitan Baturagung Utara, Padukuhan Sriten, Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Terletak pada ketinggian 859 mdpl , Embung Sriten menjadi telaga buatan tertinggi di Gunungkidul, bahkan kabarnya juga menjadi embung tertinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Seperti halnya Embung Nglanggeran, selain menjadi destinasi wisata baru yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan ke Gunungkidul, Embung Batara Sriten juga memiliki fungsi utama sebagai sarana penampungan air untuk mengairi agrowisata manggis dan kelengkeng yang berada di sekitarannya. Argo Embung Batara Sriten atau yang dikenal dengan nama Embung Sriten adalah salah satu obyek wisata tirta yang wajib Anda kunjungi saat datang ke Yogyakarta. Wisatawan yang berkunjung ke Embung Sriten pun akan dimanja dengan udara yang sejuk dan panorama yang sangat indah.

Mata Anda tidak hanya disuguhi pemandangan telaga dengan latar awan dan hutan yang menghijau. Dari tempat ini Anda juga bisa menyaksikan Rawa Jombor serta Waduk Gajah Mungkur dari kejauhan dengan menaiki Puncak Mangir yang berada di belakang embung. Di puncak bukit ini terdapat sebuah petilasan berupa makam atau kuburan. Menurut cerita penduduk setempat, konon makam tersebut merupakan petilasan dari Syech Wali Jati yang moksa di bukit ini. Syech Wali Jati sendiri dulunya adalah kerabat Kasultanan di masa lalu.

Tak hanya itu, saat malam menjelang Anda yang berkemah di tempat ini bisa menyaksikan keindahan lampu Kota Klaten dan Nglipar. Dari ketinggian Embung Sriten, Anda juga bisa menyaksikan sunset maupun sunrise tanpa terhalang pepohonan. Selain menjadi destinasi wisata untuk menikmati panorama matahari terbenam di sore hari, Embung Batara Sriten juga difungsikan sebagai lokasi olahraga dirgantara atau aerosport seperti paralayang, paramotor, dan gantole. Harga Tiket masuk: Rp 3.000 / orang, Parkir motor: Rp 2.000 dan Parkir mobil: Rp 5.000.

Menikmati indahnya panorama Embung Sriten bisa dilakukan dalam berbagai cara. Seperti duduk-duduk di gazebo-gazebo atau pendopo di sekitar embung sambil merasakan hembusan angin yang tetap dingin, meskipun matahari sedang bersinar penuh semangat. Bisa juga sambil menyesap segarnya segelas es teh atau nikmatnya secangkir kopi tubruk di warung-warung kaki lima yang tak jauh dari embung. Ketika berjalan menyusuri bibir telaga, nampak lapisan geo membran atau lapisan menyerupai plastik dari bahan HDPE yang digunakan sebagai wadah atau penampung air. Oleh sebab itu, embung ini tidak difungsikan untuk perikanan karena akan merusak geo membran dari lapisan tersebut.

Embung eksotik ini bisa ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara dari Kota Yogyakarta. Rute menuju Embung Sriten dari Jogja adalah sebagai berikut: Kota Jogja – Jalan Wonosari – Piyungan – Patuk – Pertigaan Sambipitu (belok kiri, arah Nglipar, ikuti sesuai rambu penunjuk jalan) – Pertigaan Besar (phon beringin sebelum Pasar Nglipar) belok kiri – Jalan Nglipar Ngawen – Kedungpoh – Pertigaan setelah Kantor Kepala Desa Pilangrejo (ke kiri, lihat papan petunjuk) – masuk jalan cor berbatu dan menanjak (ikuti papan petunjuk) – Embung Batara Sriten.

Tidak mudah untuk mencapai bukit Embung Batara Srinten berada. Selain jalan yang mendaki juga penuh dengan tikungan yang tajam. Pastikan kendaraan Anda sangat prima untuk melibas tanjakan dan melahap tikungan. Cek alur ban kendaraan karena aspal tanjakan akan terasa licin saat turun hujan. Perlu ekstra waspada dan hati-hati saat berpapasan dengan kendaraan lainnya. Hindari menggunakan kendaraan bertransmisi otomatis. Selain agak sulit untuk diajak akslerasi, hanya sedikit yang menguasai medan tanjakan berat dengan menggunakan kendaraan bertransmisi automatic.

It has been read 2438 times

Comments

  • There are no comments for this article.
 
Please wait...

You are not allowed to post comments. Please login.

Login

RSS/Atom - Social Networks

Open Search

Calendar