Dilarang Panen Kopi Jika Belum Berwarna Merah
Kopi Bali Kintamani dihasilkan dari tanaman kopi arabika yang ditanam didataran tinggi Kintamani, tepatnya di Desa Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, dengan ketinggian diatas 900 mdpl. Kawasan Kintamani berada dilereng gunung berapi batur. Dengan jenis tanah Entisel dan Inceptisol (Regusol). Kawasan ini memiliki udara yang dingin dan kering dengan curah hujan yang banyak selama 6-7 bulan musim hujan. Tanaman-tanaman kopi arabika terbentuk dari varietas-varietas terseleksi. Pohon kopi ditanam dibawah pohon penaung dan dikombinasikan dengan tanaman lain dan dikelola serta diberi pupuk organic. Kopi ini memiliki citarasa yang khas yakni aroma citrus dengan tingkat keasaman yang rendah, sehingga banyak diminati oleh konsumen Internasional.
Hasil kopi ini adalah yang diandalkan. Bahkan menjadi salah satu dari tiga kopi Indonesia yang mendapat sertifikat Indikasi Geografis Unik, lebih dikenal dengan nama Indikasi Geografis. Bukan cuma itu, Kopi Kintamani memiliki Sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual dengan Indikasi Geografis. Artinya Kopi Kintamani adalah yang pertama mendapatkan sertifikat HAKI dengan Indikasi Geografis.
Kopi jenis arabika yang tumbuh di kawasan wisata Kintamani, memiliki keunggulan yang diakui konsumennya mancanegara, di antaranya citarasa yang khas, tahan hama penyakit, berbuah lebat serta produktivitas tinggi. Gelondong merah dipetik secara manual dan dipilih dengan cara seksama dengan persentase gelondong merahnya 95%. Kopi gelondong merah selanjutnya diolah secara basah, Dengan fermentasi selama 12 jam atau 36 jam serta dikeringkan secara alami dengan cara menjemur. Teknik olah yang dikembangkan oleh petani Kintamani bisa mewujudkan potensi mutu kawasan Kintamani.
Karakteristik Kopi Kintamani Bali (biji kopi dan citarasa) telah diteliti secara mendalam sejak 2003. Pada tahun 2003-2004 dan 2006 telah diambil ratusan sample yang dianalisis oleh para ahli kopi di-PPKKI (jember) dan cirad (montpelllier, prancis). Penelitian ini menghasilkan data-data yang konsisten berkenaan dengan ukuran biji kopi dan citrarasanya. Pengambilan sampel kopi telah dilakukan pada tahun 2003 (100 sample), tahun 2004 (66 sample),dan tahun 2006 (38 sample). Pada derajat sangrai sedang (medium roast) Kopi Kintamani menunjukkan hasil sangrai yang homogeny, serta aroma kopi kopi yang terkesan manis dan ada sedikit aroma rempah-rempah.
Hasil analisis sensorial menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun ini rasa Kopi Kintamani memiliki tingkat keasaman reguler yang mencukupi, mutu dan intensitas aroma yang kuat, dengan aroma family buah jeruk (rasa jeruk dan jeruk nipis). dan kekentalan sedang. Ini berarti kopi arabika bali kintamani memiliki potensi cita rasa yang tinggi. Kopi arabika Bali Kintamani biasanya dapat dikatakan tidak terlalu pahit (bitter) dan tidak sepat (astringent). ini disebabkan karena para petani Bali Kintamani memiliki kepedulian yang tinggi tentang tata cara petik pilih (gelondong merah saja) selama panen. pada umumnya, tidak terdapat cacat rasa yang signifikan dari rasa Kopi Kintamani ini. Salah satu alasanya bahwa para petani Kintamani telah mempraktekkan prinsip-prinsip “praktek pengolahan yang baik”(good manufacturing practices, GMP).
Bali baru memperdagangkan tiga jenis hasil perkebunan ke pasaran ekspor selain kopi juga kakao dan ini merupakan mata dagangan jenis baru dari Pulau Dewata dan sudah memasuki pasar mancanegara. Selain kopi arabika Kintamani untuk Bali, ada tanaman teh, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa serta komoditas lainnya. Mengenai luas wilayah khusus untuk kopi arabika Kintamani Bali meliputi 64 wilayah subak abian. Peran Subak dan mengembangkan dan menjaga keaslian Kopi Kintamani ini yang cukup besar. Mereka selain mengatur sistem tanam subak, juga memberikan kesejahtraan kepada para petaninya dengan mengatur harga pasar.
Tidak itu saja dalam subak melekat juga aturan adat yaitu petani memiliki kesepakatan, bahwa anggotanya harus bertani secara organik. Tak boleh ada anggota yang menggunakan bahan kimia. Pupuk dan pestisidanya juga organik. Selain untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan produksi, juga agar memenuhi standar produk organik. Aturan lainnya adalah anggota dilarang panen kopi jika belum berwarna merah. Tujuannya agar kualitas kopi tetap bagus. Jika ada anggota yang melanggar, maka dia akan mendapat sanksi adat.
Ketatnya aturan adat itu sebagai hukum moral yang sudah diwariskan secara turun-temurun, sehingga tidak ada petani yang berani melanggarnya. Bahkan hasil kopi arabika hasil panenan petani di Kecamatan Kintamani ini juga diproses dengan baik menghasilkan kopi kualitas ekspor dan mampu menembus sejumlah pasar mancanegara. Dengan adanya pengembangan kawasan komoditas unggulan ini, diharapkan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun penggunaan aset alat mesin, termasuk pendayagunaan sumber daya tanaman diharapkan akan terkelola lebih baik.
Kopi ini dapat ditemukan di banyak pusat oleh-oleh khas Bali. Namun jika ingin membeli dan melihat langsung proses pengolahan kopi secara tradisional, silakan datang ke kawasan Kintamani, Bali.
Anda tidak diijinkan memberikan komentar. Silahkan login.