Posisinya Strategis Berada di Bibir Pantai
Aceh ternyata memiiki beberapa peninggalan dari kerajaan Hindu-Budha yang digambarkan sebagai Trail Aceh Lhee Sagoe. Trail Aceh Lhee Sagoe merupakan sebuah konstelasi berbentuk segitiga yang menguhubungkan 3 benteng besar peninggalan kerajaan Hindu-Budha pada masa lalu. Dengan posisi yang sangat strategis benteng ini ternyata didirikan jauh sebelum Islam menyebarkan pengaruhnya di tanah rencong. Salahsatu dari ketiga benteng dalam Trail Aceh Lhee Sagoe adalah sebuah benteng bernama Indra Patra. Sebuah benteng peninggalan kerajaan Hindu pertama di Aceh yang masih dapat Anda lihat hingga saat ini terletak di dekat Pantai Ujong Batee, Desa Ladong, Jalan Krueng Jaya, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Aceh memang dikenal sebagai daerah dengan basis syariat Islam. Islam bukan hanya berjaya ketika Aceh mendapat julukan Daerah Istimewa Aceh dari pemerintah pusat atau ketika saat ini daerah ini sedang gencar-gencarnya memberlakuan aturan syariat Islam dari semua aspek, namun kejayaan Islam sudah dikenal sejak jaman dulu, sejak Kerajaan Samudera Pasai. Dengan posisi yang sangat strategis benteng ini ternyata didirikan jauh sebelum Islam menyebarkan pengaruhnya di tanah rencong. Benteng Indra Patra adalah peninggalan kerajaan Hindu pertama di Aceh. Menurut catatan sejarah, benteng ini dibangun pada abad ke-7 Masehi semasa pemerintahan Kerajaan Lamuri oleh Putra Raja Harsa.
Dengan segala cerita dan pesona yang dimiliki oleh Benteng Indra Patra ini maka tidaklah salah jika benteng ini sangat tepat dijadikan sebagai salahsatu destinasi objek wisata menarik di Aceh saat ini. Benteng ini sendiri berada pada posisi yang cukup strategies karena berhadapan langsung dengan selat Malaka sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan penjajah Portugis. Di masa Sultan Iskandar Muda, seorang laksamana wanita pertama di dunia yang terkenal dan disegani yaitu Laksamana Malahayati, menggunakan benteng ini untuk pertahanan Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan Portugis yang datang dari Selat Malaka. Bisa dibilang, Benteng Indra Patra merupakan saksi bisu perjalanan sejarah dari masa ke masa; dari masa kejayaan Hindu hingga berjayanya kerajaan Islam di Aceh.
Benteng Indra Patra berukuran besar dan terbuat dari susunan batu gunung setebal 2 meter. Benteng yang cukup luas itu berisikan berbagai bangunan yang terbuat dari tumpukan batu gunung yang disusun sedemikian rupa dengan teknik-teknik perekatan dan penyusunan batu seperti umumnya yang digunakan pada masa lalu, yakni dengan campuran bahan alami serupa putih telur, tumbukan kerang dan berbagai bahan alami lainnya. Menurut beberapa sumber, sebenarnya ada empat benteng di kawasan tersebut, namun saat ini hanya ada dua benteng yang masih utuh, sementara lainnya hanya berupa reruntuhan batu. Kini benteng tersebut dikelola oleh pihak pemerintahan dan pernah dilakukan juga pemugaran, setelah peristiwa tsuniami besar yang pernah melanda Aceh. Dari sekian banyak bagian dari benteng ini, beberapa sudah tak berbentuk dan rusak termakan oleh jaman dan usia, namun beberapa bagian masih juga terlihat utuh dan kokoh.
Benteng yang paling besar berukuran 70 x 70 meter persegi dengan tinggi lebih kurang 3 meter. Jika ingin masuk melihat-lihat ke dalam benteng, sangat mudah sekali karena di salah satu sisinya terdapat tangga. Dengan berdiri di sisi tangga benteng tersebut, akan terlihat permukaan bagian dalam benteng yang ditumbuhi rumput dengan beberapa bangunan di atasnya. Di bagian dalam benteng utama (yang paling besar), terdapat bangunan berbentuk kubah. Jika kita masuk ke dalam kubah tersebut, akan kita temui sebuah sumur di dalamnya. Konon, sumur itu dulunya digunakan sebagai tempat penyucian sebagai bagian dari ritual umat Hindu.
Sementara di benteng satunya lagi, terdapat tiga buah bunker di bagian dalamnya. Bunker tersebut berupa undakan batu berbentuk lonjong dan ada lubang di tengahnya. Bunker pertama yang terletak di tengah benteng berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan senjata. Dua bunker lainnya di depan bangunan benteng merupakan tempat peletakan meriam. Di sekeliling temboknya juga terdapat 9 tempat meriam kecil. Anda dapat pula melihat 11 buah lubang kecil yang berfungsi sebagai lubang pengintai tetapi lubang intai tersebut telah ditutup dengan semen saat renovasi. Di sekeliling benteng masih dapat Anda temukan sungai kecil meski tidak terurus. Sungai kecil tersebut dulunya digunakan untuk melindungi benteng dari serangan musuh yang datang melalui darat.
Untuk mencapai lokasi dari Benteng Hidu-Budha pertama di Tanah Rencong ini anda dapat menggunakan berbagai pilihan kendaraan dari umum hingga pribadi. Jika anda menggunakan kendaraaan pribadi, maka dengan titik awal keberangkatan dari Kota Banda Aceh berkendaralah menuju Kreung Raya dengan waktu tempuh sekitar 35 menit hingga 1 jam. Jika anda tidak menggunakan fasilitas kendaraan pribadi, maka anda tinggal menggunakan kendaraan umum khas Aceh bernama Labi-Labi jurusan Aceh-Kreung Raya, dengan waktu tempuh yang tak jauh berbeda.
Anda tidak diijinkan memberikan komentar. Silahkan login.