Pura Ini Digunakan Untuk Beribadah Dua Agama yakni Hindu dan Islam
Mengujungi Pura Lingsar akan memberikan pandangan baru pada Anda, tentang keharmonisan serta kerukunan umat beragama. Bagi masyarakat Pulau Lombok, Pura Lingsar merupakan simbol kerukunan bahkan keharmonisan antar umat beragama, yaitu antara Hindu Bali-Lombok dengan Islam Sasak-Lombok. Pura Lingsar berada di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pura ini adalah pura terbesar di Lombok.
Pura ini adalah hasil perpaduan dari dua agama yakni Hindu dan Islam sebab di dalamnya terdapat pendopo dan juga mushola sebagai tempat ibadah umat Muslim. Dibangun sejak 1741 oleh Raja Anak Agung Ketut Karangasem dan dianggap pura yang paling suci di Lombok. Keberadaan Pura Lingsar yang sekarang telah mengalami banyak renovasi. Lingsar ini berasal dari penggalan kata Ling yang maknanya adalah sabda atau wahyu. Sedangkan sar artinya adalah jelas atau syah. Jadi secara umum lingsar ini berarti wahyu yang cukup jelas.
Pura dengan luas 26 hektar ini betul-betul menunjukkan harmonisasi antara agama Islam dan Hindu. Sehingga tak heran jika ritual 2 agama tersebut dapat berjalan berdampingan tanpa terjadi gesekan. Sebagai simbol menjaga kesucian pura ini maka setiap pengunjung diharuskan untuk menggunakan selendang kuning sebagai tanda penghormatan. Sebelum Anda memasuki area bagian dalam Pura Lingsar, Anda akan melewati sebuah taman dan kolam kembar yang dipenuhi dengan teratai.
Di area dalam, Pura Lingsar terbagi menjadi tiga bangunan utama. Yaitu Gaduh, Kemaliq dan Pesiraman. Gaduh merupakan tempat suci bagi umat Hindu. Di area ini Anda akan menemui empat percabangan yang melambangkan Dewa-dewa yang menghuni dua gunung. Percabangan yang mengarah ke Timur adalah tempat pemujaan untuk dewa yang menghuni Gunung Rinjani. Sedangkan yang mengarah ke Barat adalah tempat pemujaan untuk dewa yang menghuni Gunung Agung. Ditengah percabangan ini ada dua persinggahan yang menyatu (gaduh) dan merupakan gabungan kedua percabangan tersebut.
Jika Anda menuruni anak tangga yang berada di depan Gaduh, Anda akan menemui pintu masuk Kemaliq. Bangunan ini merupakan tempat suci bagi pemeluk Islam Wetu Telu. Namun pemeluk Hindu juga diperbolehkan beribadah di tempat ini. Di area Kemaliq ini, terdapat sebuah kolam kecil bernama Telaga Ageng yang dihuni oleh Ikan Tuna. Ikan-ikan ini dianggap suci oleh masyarakat setempat. Menurut mitos, ikan-ikan tersebut merupakan jelmaan dari tongkat milik Datu Milir, seorang raja Lombok yang berdoa di tempat ini untuk memohon hujan. Masyarakat Hindu dan Islam Wetu Telu percaya bahwa jika Anda melihat Ikan Tuna tersebut, Anda akan mendapatkan keberuntungan.
Anda bisa membawa sebuah telur rebus jika Anda ingin melihat ikan ini. Telaga Ageng mempunyai 9 pancuran yang airnya akan memancar ke dalam kolam. Empat buah pancuran masih berada di area Kemaliq, sedangkan lima lainnya berada di area Pesiraman. Pesiraman merupakan tempat untuk membasuh dan menyucikan diri. Air dari pancuran-pancuran tersebut dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Di dasar kolam Anda akan melihat banyak uang koin yang berserakan. Anda juga bisa menyebutkan permohonan, serta melemparkan koin ke dalam kolam dengan tujuan agar permohonan Anda akan terkabul.
Kendati selalu digunakan untuk beribadah dua agama yang berbeda namun dalam setahun sekali atau sekitar bulan Oktober atau Desember ada upacara yang melibatkan umat Hindu dan Islam di pura ini. Upacara itu bernama Perang Topat. Perang Topat pada dasarnya merupakan budaya Hindu, akan tetapi juga berakulturasi dengan Islam terlihat pada penggunaan ketupat sebagai bagian dari upacara. Dalam ritual ini mereka “berperang” menggunakan topat atau ketupat yang dilemparkan kepada sesama temannya. Maksud dari perang ini adalah sebagai tanda bersyukur atas rejeki yang selalu dilimpahkan oleh Tuhan. Perang Topat biasanya dilakukan pada sebelum musim tanam pagi dan sesudah musim penghujan.
Setelah puas berkeliling area pura, Anda bisa beristirahat di Berugak di sisi sebelah Selatan pura. Berugak adalah semacam gazebo, yang terletak disamping kolam utama. Untuk menjaga kedamaian, di sekitar tempat itu dilarang memakan atau menyembelih binatang-binatang yang dianggap suci oleh masing-masing agama. Bahkan dalam radius 2 km dari Pura Lingsar, sapi yang dianggap suci oleh umat hindu dilarang berkeliaran.
Pura Lingsar terletak sekitar 8 Kilometer dari Kota Mataram, dengan lama perjalanan sekitar 20 Menit. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi dengan menempuh jalur Mataram-Cakranegara-Selagalas-Lingsar. Namun bila Anda ingin mengunjungi Pura Lingsar menggunakan sarana umum, Anda harus berganti jurusan sebanyak tiga kali. Yaitu jurusan Ampena-Sweta, kemudian jurusan Sweta-Narmada, dan jurusan Narmada-Lingsar. Jika Anda merasa kebingungan, Anda bisa menggunakan jasa pemandu yang tersedia di area pura.
You are not allowed to post comments. Please login.