SearchContactTwitterFacebookYouTube

Search

You are here Home Informasi Tempat Wisata Bali Desa Trunyan Desa Wisata yang Penuh Misteri

Desa Trunyan Desa Wisata yang Penuh Misteri

Desa Trunyan Bali
Desa Trunyan Bali

Cara Pemakaman Unik yang Terdapat di Bali

Desa Terunyan atau yang lebih dikenal dengan nama Desa Trunyan merupakan salah satu desa tertua yang ada di Bali. Desa ini berada di sebelah timur Tepi Danau Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Konon asal kata Desa Trunyan berkaitan dengan adanya pohon Taru Menyan yang ada di desa ini. Pohon ini cukup unik karena dapat mengeluarkan bau yang cukup wangi. Hawa di desa ini juga sangat sejuk. Masyarakat di Desa Trunyan masih memegang teguh nilai-nilai adat setempat, termasuk salah satunya adalah tata adat pemakaman.

Desa Trunyan dikenal berkat tradisi unik masyarakatnya, yaitu mengubur jenazah di atas tanah alias tidak dikubur. Ya, berbeda dengan kebanyakan masyarakat Bali yang melakukan pemakaman dengan membakar jenazah alias ngaben, warga Desa Trunyan akan membiarkan jenazah membusuk di permukaan tanah dangkal berbentuk cekungan panjang. Biasanya, jenazah akan diletakkan berjejer dengan jenazah lainnya menggunakan kain pembungkus sebagai pelindung tubuh saat prosesi. Jenazah akan ditutup oleh Ancak Saji, yaitu anyaman bambu segitiga yang berfungsi melindungi jenazah dari binatang buas. Cara pemakaman seperti ini biasa disebut dengan cara Mepasah.

Hal lain yang membuat Desa Trunyan unik adalah, meskipun jenazah dibiarkan di permukaan tanah, namun jenazah tidak akan menebarkan aroma busuk. Hal itu diyakini berkat keberadaan pohon Taru Menyan di pintu masuk utama makam. Pohon yang memiliki arti ‘pohon wangi’ ini diyakini menyerap bau jenazah. Di bawah pohon tersebut dijejerkan tengkorak-tengkorak manusia.

Menurut legenda, Taru Menyan-lah yang wanginya menghipnosis 4 bersaudara dari Keraton Surakarta untuk mengarungi daratan dan lautan hingga tiba di Desa Trunyan. Singkat cerita, 4 bersaudara itu terdiri dari 4 laki-laki dan si bungsu perempuan. Setibanya di Trunyan sang kakak sulung jatuh cinta kepada Dewi penunggu pohon tersebut. Setelah menikah, jadilah Trunyan sebuah kerajaan kecil. Meski sang Dewi penunggu pohon telah menikah, Taru Menyan masih mengeluarkan wangi. Akibat takut diserang dari luar karena semerbak wanginya, sang Raja memerintahkan warga untuk menghapus wangi itu dengan cara meletakkan jenazah begitu saja di atas tanah. Dan Tradisi itu masih berlaku hingga saat ini.

Akar Taru Menyan menjulur ke berbagai tempat, salah satunya tempat deretan ancak saji berisi mayat. Di sekitar ancak saji terdapat benda-benda peninggalan mendiang. Ada foto, piring, sapu tangan, baju, perhiasan, dan lain-lain. Tradisi membiarkan jenazah tanpa dikubur ini sudah ada ratusan tahun lamanya. Jumlah jenazah yang ditutup ancak saji hanya 11, tak akan bertambah maupun berkurang. Jika sudah penuh, tulang-tulangnya digeser sehingga tengkorak pun berkumpul di bagian ujungnya.

Terdapat tiga makam atau Sema yang terbagi untuk tiga jenis kematian yang berbeda. Lokasi pemakaman yang pertama disebut dengan Sema Wayah, yakni sebuah lokasi pemakaman yang dikhususkan bagi warganya yang meninggal secara wajar, jenazahnya akan ditutup dengan kain kafan putih dan sebuah prosesi upacara adat, lalu jenazah akan diletakkan di atas tanah tanpa dikubur di bawah pohon besar Taru Menyan. Lokasi pemakaman yang kedua disebut dengan Sema Bantas. Lokasi pemakaman ini dikhususkan bagi jenazah yang kematiannya tidak wajar seperti kecelakaan, bunuh diri maupun dibunuh oleh orang lain. Jenazah yang ada di pemakaman ini biasanya akan dikebumikan di dalam tanah. Sedangkan lokasi pemakaman yang ketiga disebut dengan Sema Nguda. Lokasi pemakaman ini dikhususkan untuk kedua jenis pemakaman baik Mepasah maupun dikebumikan dengan syarat jenazah yang akan diletakkan di lokasi ini belum mencapai akil balig atau dewasa, termasuk juga sudah dewasa namun belum menikah juga bisa dimakamkan di lokasi ini. Prosesi pemakaman sendiri berjalan cukup sederhana, di mana jenazah akan dibawa menggunakan perahu motor dari desa diikuti oleh keluarga dan warga yang mengunakan perahu motor lain.

Untuk menuju ke Desa Trunyan bila Anda datang dari kota Denpasar maka dapat langsung menuju ke Gunung Batur di Kintamani menggunakan kendaraan pribadi maupun sewa. Waktu yang dibutuhkan dari kota Denpasar ke Gunung Batur sekitar dua jam perjalanan. Dari Gunung Batur, Anda dapat turun menuju ke tepi Danau Batur. Di tepi Danau Batur ini Anda bisa menyewa perahu untuk menyeberang ke Desa Trunyan. Jangan khawatir karena di sini Anda akan banyak menemukan pemandu wisata yang siap memandu Anda ke Desa Trunyan. Biasanya, tarif perahu motor yang akan ditawarkan kepada Anda adalah Rp500.000 untuk pulang-pergi. Tarif itu umumnya sudah satu paket dengan jasa pemandu. dengan waktu tempuh sekitar 30 menit sekali jalan. Perahu ini bisa membawa sampai 5 wisatawan sekali jalan. Mengajak warga Bali asli biasanya akan lebih memudahkan proses tawar-menawar hingga perjalanan itu sendiri.

Anda  juga harus memastikan apakah harga yang harus dibayar sudah termasuk retribusi saat tiba di tujuan, atau kamu hanya membayar biaya sewa perahu agar tidak terjadi kesalahpahaman saat memasuki Desa Trunyan nanti. Meskipun kunjungan ke Desa Trunyan harus melewati perjalanan panjang dan cukup menantang, namun tidak ada salahnya kamu mendatangi desa ini untuk merasakan sisi lain pesona Pulau Dewata. Selain menikmati pemandangan indah Gunung Batur, kamu juga bisa mempelajari keunikan lain dari warisan budaya Indonesia.

It has been read 7526 times

Comments

  • There are no comments for this article.
 
Please wait...

You are not allowed to post comments. Please login.

Login

RSS/Atom - Social Networks

Open Search

Calendar